Senin, 24 April 2017

Post Terakhir

Hallo ini adalah postingan terakhirku. Bukan karena aku berhenti menulis. Tapi ke depannya aku akan menuliskan ceritaku di alkindiyahya.wordpress.com

Silakan pembaca yang budiman beralih ke blog saya yang itu ya kalau masih mau mengikuti cerita saya. Terimakasih

Sekedar sharing apa yang ada di fikiranku saat ini

Hidup ini adalah sebuah keajaiban. Bagaimana tidak, betapa Allah telah menciptakan dan menyempurnakan penciptaan kehidupan itu sendiri. Segala proses yang terjadi di kehidupan ini adalah sebuah karunia yang jika kita telaah secara seksama, kita akan mendapati betapa rapi, indah, elegan, dramatis, menakjubkan, dan sempurnanya proses tersebut. Mahasuci dan Mahatinggi Ia.

Aku teringat kembali kata-kata yang begitu membekas dari kuliah kalkulus pak Salman saat TPB dulu..
Suatu pagi yang cerah di ruang 9232..

"Untuk apa kita belajar turunan?" tanya Beliau.
Sekelas yang berisi 200 lebih mahasiswa tidak ada yang menjawab, entah tidak tahu jawabannya, atau hanya sungkan dan tidak mau terlihat menonjol.
"Konsep turunan berkaitan dengan perubahan," lanjut Beliau.
"Karena semua hal di dunia ini akan berubah, kecuali Tuhan dan kalimat barusan."

Sungguh kata-kata itu langsung menancap kuat di memoriku. Sungguh benar apa yang pak Salman katakan. Memang benar semua berubah ke arah masing-masing dengan segala ke-kompleks-an-nya.

Aku masih ingat dulu ada seorang bocah. Bocah yang sangat apatis dan pemalas. Ia tidak peduli dengan apa yang terjadi di dunia ini, bahkan tidak peduli dengan sekitarnya, tetangganya, bahkan dirinya sendiri. Hari demi hari dilewatinya tanpa ada hal yang begitu berarti baginya, yang penting dirinya senang, apa yang ia mau terpenuhi, dan tidak ada yang mau mengganggunya.

Hingga suatu saat bocah tadi bertanya-tanya tentang segala hal; tentang penciptaan, tentang dirinya sendiri, tentang alam semesta, tentang sebab-akibat, dan tentang hakikat hidupnya. UNTUK APA SEBENARNYA HIDUP INI?

Ya, kau benar. Bocah itu tidak lain adalah aku sendiri.

Butuh proses bertahun-tahun untukku mencari makna hidup ini, bahkan sampai sekarang pun proses itu masih berlanjut. Aku tidak tau sampai kapan. Ribuan halaman dari buku-buku filsafat yang aku dapati di rak buku bapakku telah habis aku baca. Perdebatan berjam-jam bersama guru dan teman-teman telah aku jalani. Perenungan dan pertanyaan kepada diri sendiri menjadi hobiku setiap ada waktu. Aku pun berdoa kepada Tuhan  agar Dia membimbingku.

Dan sampai pada batas tertentu, Tuhan menjawab doaku.

Aku yang sejak kecil hanya menerima agama dari orangtuaku, menganggap bahwa agama hanyalah rutinitas belaka, hampa, tanpa makna. Tetapi apa yang aku dapat dari hasil pencarianku, sungguh luar biasa!

Aku menemukan apa yang aku cari di dalam agamaku, agama satu-satunya yang diridhoi di sisiNya, ISLAM.

Momen itu adalah di saat aku sedang melakukan pencarian pencerahan di kaki gunung Lawu, untuk pertama kalinya dalam hidupku aku merasakan betapa nikmatnya sholat tahajud. Air mata berderai begitu saja di pelupuk mata. Sungguh sejuk dan menentramkan. Pada malam itu tidak ada orang yang paling bahagia di seluruh Tawangmangu, kecuali aku.

Aku mulai tau, bahwa aku (dan juga kita semua) diciptakan bukanlah untuk perkara main-main saja. Semua yang ada di kolong langit ini diciptakan hanya untuk berbakti kepada Allah, Tuhan semesta alam.


Dan dari sana aku mulai belajar bahwa konsekuensi dari ber-Islam adalah mengajak orang kepada kebaikan, yakni Islam itu sendiri. Dan konsekuensi dari usaha mengajak orang lain kepada kebaikan adalah dengan berkumpul bersama orang-orang yang menyeru kepada kebaikan. Dan konsekuensi dari berkumpul bersama orang-orang yang menyeru kepada kebaikan adalah ketaatan.

Sabtu, 22 April 2017

Gloomy Caturday

Hari ini aku ke kebun binatang, memenuhi wacana lamaku. Walaupun jarak kosanku dan kebun binatang hanya beberapa meter saja, tapi sebelumnya aku selalu batal ke sana. Yang penting sekarang wacana itu sudah tidak membayangi pikiranku lagi.

Di sana aku melihat beraneka satwa. Mereka lucu-lucu dan menawan. Aku juga melihat pengunjung datang bersama keluarga, pasangan, atau teman-teman. Sementara itu, aku hanya sendiri, sepi.

Selama itu yang terbayang di benakku adalah gula pasirku. Apa kabarmu di sana? Saat ini kita terpisah jarak ratusan kilometer. Aku di tanah Sunda, kamu di tanah Jawa. Mungkin saat ini kamu sedang bercengkerama dengan keluarga besarmu. Mungkin kamu sedang diberondong pertanyaan dari bibimu, pamanmu, sepupumu, atau nenekmu,
"Sudah punya calon belum?"
Lalu kamu menjawab dengan tersipu malu,
"Belum."
Kemudian mereka menawarkan kepadamu beberapa pemuda yang cakap dan bermutu.
Mampukah kamu menepis semua itu?
Apakah kamu memang diciptakan untuk berdampingan denganku?
Ah, biarlah waktu yang akan menjawab semua pertanyaan itu.
Untuk saat ini, biarkan aku sibuk memperbaiki diriku.

22 April 2017
Always,
Gula Jawamu

Jumat, 21 April 2017

Curious Gempal

Ini adalah kucing komplek yang suka main ke kosanku. Ibu kosku suka ngasih makan dia dan menamainya "Gempal" karena tubuhnya gempal. Aku senang saat gempal main ke kosanku. Aku biasa bermain dengan dia. Tak henti-hentinya dia menggosok-gosokkan tubuhnya ke kakiku. Kami cepat sekali akrab dan sudah menjadi teman dekat. Dia sering menemaniku mengerjakan tugas atau belajar di kosan. Dia adalah sebaik-baik teman.

Tapi dia anaknya gak bisa diam dan gak suka kemapanan. Dia ingin hidup yang lebih menantang. Maka dia pergi dari komplek dan terakhir kulihat dia di komplek Salman ITB. Mungkin dia ingin tobat karena suka mencuri ikan atau mau nyantri entahlah apa yang dia pikirkan.

Dan sekarang kosanku sepi tanpa Gempal. Aku rindu temanku itu.

Untukmu, Gula Pasirku

Kau tahu, di dalam engineering design kita biasa mencoba membuat desain, lalu revisi, revisi lagi, terus berulang-ulang sampai akhirnya didapatkan design yang optimal. Memang dengan cara coba-coba seperti itu pada akhirnya kita akan mendapatkan hasil yang diinginkan. Tapi untuk urusan satu ini, aku tidak ingin coba-coba. Bagiku ini adalah urusan sekali seumur hidup. Aku bukan seperti tentara sekutu yang memiliki banyak amunisi sehingga bisa sekehendak hati membrondong tembakan nyampah. Aku adalah tentara kemerdekaan Republik Indonesia yang hanya tinggal memiliki satu gotri di dalam bedilku. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Aku ingin memastikan semua ini berjalan dengan baik sampai akhir nanti. Aku tidak ingin mengikrarkan qabul dua kali di depan wali. Maka bersabarlah, Gula Pasirku..

Jumat, 21 April 2017
Gula Jawamu