Senin, 04 April 2016

Sahabat yang Bermanfaat

“Adii...ayo buruan makan..! Ini keburu dingin lhoh makanannya.” Teriak Ibu dari ruang makan kepada Adi, anak kesayangannya.
“Iya nanti dulu Bu.. ini Adi masih asyik main.” Jawab Adi yang sedang asyik main video game di dalam kamarnya.
Karena kesal, akhirnya Ibu mendatangi kamar Adi. Di sana Adi masih asyik memegang stick video game di atas kasurnya.
“Adi, ayo makan dulu. Main nya istirahat dulu.” Kata Ibu
“Hmm...lauknya pake apa Bu?” Tanya Adi
“Ini Ibu udah masakin kamu ayam kecap, kamu pasti suka.” Jawab Ibu
“Ah ayam kecap, aku sudah bosan Bu, aku pengen yang lain.” Kata Adi
Karena Ibu sudah tidak sabar lagi, akhirnya Ibu membawa sepiring nasi dan ayam kecap lalu menyuapi Adi di kamarnya. Sementara itu Adi masih melanjutkan main video game dan sesekali mem-pause saat Ibunya memasukkan suapan makanan ke mulutnya yang mungil itu.
Adi adalah anak yang sangat disayangi kedua orangtuanya. Bahkan seringkali Adi dimanjakan. Perlakuan orangtuanya ini membuat Adi menjadi anak yang manja dan tidak mau bekerja keras. Sebenarnya orangtua Adi sadar akan hal ini, akan tetapi karena mereka terlalu menyayangi Adi maka mereka tidak tahu harus bagaimana lagi selain menuruti apa maunya Adi.
Di setiap pagi, Adi selalu bangun terlambat dan malas-malasan ketika dibangunkan agar bersiap-siap berangkat ke sekolah. Saat ini Adi sudah berada di kelas empat SD. Begitulah keseharian Adi, ia memulai harinya dengan dibangunkan oleh Ibunya, lalu dengan malas-malasan mengambil air wudhu untuk sholat Shubuh. Itu pun di waktu dimana waktu untuk mengerjakan sholat Shubuh hampir habis. Kemudian Adi sarapan bersama Ibu, Bapak, dan adiknya yang masih bAbita. Tak jarang Adi masih disuapi Ibunya walaupun sudah bisa makan sendiri. Kemudian Adi berangkat ke sekolah menaiki sepedanya. Tak jarang Adi terlambat masuk sekolah. Sudah berulangkAbi gurunya memarahinya. Namun kebiasaan Adi ini tetap saja berlanjut karena ia terlalu manja dan tidak mau bekerja keras.
Di kelas, Adi pun malas memperhatikan pelajaran dari gurunya. Ini berakibat pada prestasi Adi yang terus menurun dari waktu ke waktu. Sebenarnya Adi bukan anak yang bodoh, bahkan dia adalah anak yang pintar. Di saat masih kelas satu, Adi pernah mendapatkan ranking satu. Karena di waktu itu Adi belum malas seperti sekarang. Karena kemalasannya, sekarang rangking Adi turun menjadi sekitar belasan.
Adi memiliki seorang sahabat setia sejak kelas satu, namanya Abi. Mereka sudah duduk sebangku semenjak kelas satu. Waktu kelas satu, rangking Abi berada tepat di bawah Adi, yaitu rangking dua. Namun Abi selalu mempertahankan dan bahkan meningkatkan prestasinya sehingga sekarang Abi menjadi rangking satu di kelas.
Suatu ketika di saat hampir waktu istirahat, guru IPA mengakhiri kelasnya,
“Anak-anak itu dulu ya belajar kita hari ini. Bapak harap kalian memahami dengan baik dan mau terus belajar. Nah supaya kalian bisa lebih paham lagi, ini Bapak kasih PR di buku halaman 51 sampai 60 ya. Kerjakan dengan sungguh-sungguh ya, nanti hari jumat dikumpulkan lalu kita bahas.” Demikian kata penutup Pak Guru IPA
“Kriiiiing...” terdengar bunyi bel tanda waktu istirahat.
Kemudian murid-murid berhamburan keluar kelas untuk jajan atau untuk sekedar bermain di luar kelas. Adi dan Abi berjalan keluar bersama-sama. Kemudian terjadi percakapan antara Adi dan Abi.
“Di, gimana sih kok kelihatannya kamu sekarang jadi malas gitu?” Tanya Abi kepada Adi.
“Ya gitu deh Bi, entah kenapa aku males ngapa-ngapain.” Jawab Adi dengan ekspresi datar.
“Oh ya tadi pagi kamu telat, emang ada apa?” Tanya Abi lagi.
“Tadi malem aku main VIDEO GAME Bi, seru banget, sampai jam 12 aku baru tidur. Makanya tadi aku bangun kesiangan.” Jawab Adi.
“Kamu beruntung ya, Di.” Kata Abi.
“Lhoh kenapa?” Tanya Adi sambil keheranan.
“Iya, kamu beruntung punya orangtua yang mau membelikan apa saja maumu. Kalau aku, boro-boro main VIDEO GAME, aku pernah minta mobil-mobilan saja Ibuku tidak mau membelikannya.” Jawab Abi.
Kemudian suasana hening selama beberapa menit. Adi terkejut mendengar jawaban sahabatnya itu. Adi berpikir dalam hatinya, “Benar juga ya, ternyata orangtuaku selama ini baik banget sama aku.”
Beberapa menit kemudian Adi segera membuka percakapan agar suasana kembali tidak hening.
“Eh PR IPA tadi gimana? Kamu ngerti cara ngerjain nya gak, Bi?” Adi asal bertanya saja kepada Abi, padahal dia tidak terlalu peduli dengan PR itu sebenarnya.
“Oh tadi itu gampang, kalau kamu gimana?” Jawab Abi
“Ehm...tadi itu aku gak terlalu memperhatikan Pak Guru sih, jadi nggak paham, hehe.” Kata Adi
“Ya udah nanti pulang sekolah kita kerjain bareng-bareng aja yuk, gimana?” Tanya Abi
“Hmm, oke deh. Tapi dimana?” Jawab Adi
“Di rumahku aja gimana?” Kata Abi
“Rumahmu dimana?” Tanya Adi
“Nanti kita pulang nyepeda bareng aja biar aku tunjukin rumahku.” Kata Abi.
“Oke sip.”. Adi menyetujui.
Ternyata di hari itu para guru ada rapat dinas untuk membahas suatu hal tentang kurikulum sehingga sekolah selesai lebih awal menjadi pukul sebelas.
Kemudian Adi dan Abi bersama-sama bersepeda dari sekolah menuju rumah Abi. Jarak rumah Abi ke sekolah ternyata tiga kali lipat lebih jauh daripada jarak rumah Adi ke sekolah. Adi dan Abi dengan tekun mengayuh sepeda mereka di bawah teriknya sinar matahari. Karena belum terbiasa mengayuh sepeda sejauh ini, Adi mengeluh,
“Wah jauh banget rumahmu, Bi. Ini masih jauh gak?” Tanya Adi
“Ya karena kamu belum terbiasa aja, Di. Itu di perempatan depan kita belok ke kiri, nanti rumahku akan kelihatan.” Jawab Abi
“Oh syukurlah, aku sudah lelah ini.” Kata Adi
Akhirnya mereka berdua sampai di rumah Abi. Rumah Abi terlihat sederhana. Catnya berwarna putih. Halamannya tidak luas, tetapi cukup asri karena ada pohon mangga di sana yang sedang berbunga dan ada sebagian buah yang hampir masak. Ada juga beberapa pot yang berisi bunga lokal yang biasa ditemui tetapi tertata secara rapi sehingga mampu menyejukkan mata yang memandang. Tidak nampak ada garasi tempat untuk menyimpan mobil karena memang Abi tidak memiliki mobil. Hanya nampak sebuah motor bebek yang terparkir di halaman rumah. Ketika memasuki rumah tersebut, tidak nampak mebel atau perabotan yang mewah, hanya ada beberapa kursi sederhana dan meja tamu yang tertata rapi. Di samping rumah nampak ada kandang kambing dan ada beberapa ekor kambing di sana sedang asyik memakan rerumputan. Perjalanan sepeda dari sekolah ke rumah Abi menghabiskan waktu sekitar setengah jam. Sehingga ketika sampai di sana, waktu sudah menunjukkan pukul 11.30.
Begitu sampai rumah, Abi memberi salam, “Assalaamu’alaikum, Ibu.. Abi sudah pulang.”
“Wa’alaikumsalaam, Alhamdulillah anak Ibu sudah pulang. Eh kamu bareng teman ya? Siapa ini namanya?” Kata Ibunya Abi.
“Nama saya Adi, tante. Saya ke sini mau ngerjain PR bareng Abi.” Jawab Adi
“Oh iya nak, Ibu senang sekali. Oh kalian pasti haus ya, tunggu sebentar ya Ibu ambilkan minum.” Kata Ibunya Abi sembari ke dapur untuk membuatkan mereka minuman dingin.
Adi berkata dalam hatinya, “Syukurlah dapat minum, aku haus sekali. Tapi sebenarnya aku lapar juga. Tadi pagi aku nggak sarapan gara-gara bangun kesiangan.”
Abi melihat wajah Adi yang pucat, dia tahu mungkin sahabatnya ini sedang kelaparan karena lelah bersepeda.
“Kamu kok pucet gitu, udah laper ya?” Tanya Abi.
“Hehe, iya nih. Tadi aku gak sarapan gara-gara bangun kesiangan.” Jawab Adi
Mengetahui keadaan sahabatnya itu, Abi lalu bertanya kepada Ibunya, “Bu, apakah makanan sudah siap?”
“Oh maaf nak, ini tadi Ibu baru saja selesai dari berjualan di pasar lalu membeli beberapa bahan makanan. Ini Ibu belum selesai memasaknya. Tunggu dulu sebentar ya.” Jawab Ibunya Abi.
“Eh ini diminum dulu es teh nya” Lanjut Ibunya Abi sambil menyodorkan dua gelas es teh untuk Abi dan Adi.
Adi dan Abi pun lalu segera meminumnya dan merasaan nikmatnya air membasahi tenggorokan mereka setelah lelah panas-panas naik sepeda.
“Maaf ya, Di. Ibuku belum selesai masaknya. Tunggu sebentar lagi ya.” Kata Abi mencoba untuk membuat Adi nyaman.
“Iya, Bi. Gakpapa. Maaf  ini malah merepotkan jadinya.” Kata Adi
“Ah enggak.. anggap saja seperti di rumah sendiri.” Kata Abi
Mendengar kata-kata sahabtnya itu, Adi berpikir, “Wah kalau di rumah sendiri, mungkin sekarang aku sudah disiapkan makanan sama Ibuku, terus bisa ngambil es krim di kulkas lalu bisa santai-santai sambil nonton TV.”
Sesaat kemudian terdengar suara adzan dari masjid di dekat rumah Abi. Ibunya Abi pun berkata, “Itu sudah adzan dzuhur. Kalian sholat dulu aja ke masjid ya. Ini Ibu sholat di rumah aja, terus ngeberesin masak. Nanti waktu kalian pulang dari masjid, insya Allah makanan sudah siap.”
Beberapa saat kemudian dua bocah itu pun berjalan ke masjid dan menunaikan sholat dzuhur berjamaah di sana. Ini hal yang tak biasa bagi Adi, karena dia biasa sholat dzuhur di rumah saja, itu pun dilakukan waktu sudah mepet waktu asar. Setelah mengambil air wudhu dan selesai sholat dzuhur, Adi merasa lebih tenang dan nyaman, walaupun rasa laparnya belum hilang. Kini dia siap untuk menyantap makanan dengan tenang.
Ketika sampai kembali di rumah Abi, makanan sudah siap dihidangkan. Ternyata lauknya sederhana saja, berupa tempe tahu dan sayur-sayuran. Namun Adi melahapnya dengan begitu nikmat dan antusias karena sudah menunggu begitu lama menahan lapar.
Adi berpikir, “Wah ternyata makanan itu nikmat dan karunia yang besar ya, dan makanan ini harus disyukuri. Aku menyesal karena membuat Ibuku menunggu aku makan dan aku ogah-ogahan makan. Mulai hari ini aku akan lebih menghargai makanan.”
Setelah selesai makan, Adi dan Abi kemudian mengambil buku pelajaran mereka lalu mengerjakan bersama-sama PR IPA yang diberikan oleh Pak Guru. Ketika sedang bersama-sama asyik mengerjakan PR, Adi menemui kesulitan lalu bertanya kepada Abi, “Eh Bi, nomer 10 itu jawabannya apa?”
Kemudian Abi menjelaskan dengan detail dan kata-katanya mudah dipahami seolah-olah Abi benar-benar memahami materi tersebut.
“...Jadi begitu lah cara kerja ekosistem, Di. Paham kan?”. Kata Abi menjelaskan kepada Adi tentang ekosistem.
“Oh gitu ya Bi. Paham aku sekarang. Bahkan aku lebih paham kalau kamu yang jelasin dibanding waktu Pak Guru menerangkan. Kok kamu bisa tau itu sih Bi? Perasaan aku tadi baca di buku gak ada.” Jawab Adi sambil keheranan mengenai kepintaran sahabatnya.
“Oh iya, emang yang aku jelasin ke kamu itu gak ada di buku, tapi aku paham itu pas aku ngajak kambing-kambingku ke ladang untuk mencari rumput. Di sana aku melihat banyak hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, burung-burung, pergerakan alam, aliran sungai, dan apa-apa saja yang ada di sana. Jadi aku bisa mendapatkan pengetahuan tadi langsung dari alam.” Jawab Abi dengan mantab.
“Wow, keren sekali itu Bi!” Kata Adi dengan bersemangat.
“Makanya, kamu jangan cuma main VIDEO GAME doang, Di. Kamu juga harus keluar melihat alam. Alam ini punya banyak pesona keindahan dan aku yakin alam ini gak kalah serunya dengan yang kamu mainkan di VIDEO GAME.” Kata Abi memberi nasihat kepada sahabatnya
“Hehe, benar juga kamu, Bi.” Jawab Adi
“Aku nanti abis sholat asar mau ke ladang, nyari rumput untuk kambing-kambingku. Kamu mau ikut gak?” tanya Abi.
“Wah boleh banget tuh Bi!” Adi menyetujui dengan senang hati.
“Oke kalau gitu mari kita selesaikan tugas ini, nanti sebelum sholat asar beres. Abis asar kita ke ladang”
“Oke siap!”
Demikianlah, mereka berdua menyelesaikan tugas tepat pada waktu sebelum adzan asar. Sesaat kemudian adzan asar terdengar. Mereka segera membereskan buku-buku lalu segera menuju masjid.
Selepas sholat asar mereka berdua kembali ke rumah Abi dan menggiring kambing-kambing milik Abi ke ladang kemudian mereka asyik mencari rumput. Selain itu mereka berbincang-bincang tentang ekosistem alam, tentang bagaimana alam ini bekerja, dan berbagai macam pesona keindahan alam yang tidak pernah bisa didapatkan di dalam video game.
Ini adalah pengalaman yang sangat menyenangkan bagi Adi karena sebelumnya dia hanya menghabiskan hari-harinya di depan video game. Ketika hari sudah sore dan langit mulai berwarna oranye, Abi memberikan nasihat kepada Adi, “Di, kamu tahu nggak, segala komponen alam ini dengan beraneka rupa keindahannya semuanya tunduk patuh kepada Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Maka sudah sepantasnya bagi kita sebagai hambaNya untuk taat kepadaNya dengan menjaga sholat dengan baik.”
“Benar sekali ucapanmu itu sahabatku.” Jawab Adi
Setelah itu Adi pulang ke rumah dan sampai menjelang maghrib. Kemudian mandi dan kemudian setelah adzan maghrib berkumandang, ia segera ke masjid dan sholat berjamaah. Ibu dan Bapaknya heran dengan kelakuan anaknya ini tapi mereka sangat senang.
Semenjak hari itu, Adi menjadi anak yang rajin. Dia tidak pernah menunda makan lagi, bahkan mau membantu Ibu di dapur. Selain itu Adi juga selalu bangun pagi untuk sholat shubuh. Di sekolah pun kini dia tidak pernah terlambat lagi dan prestasinya meningkat. Kini Adi dan Abi berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga mereka bergantian mendapat rangking satu di kelas.
***