Jumat, 19 April 2013

Cerpen Inspiratif

Jangan Pernah Berkata, “Jangan Pernah Berubah”
Oleh : Penulismisterius
 
Kriiing kriiing.. suara bel tanda masuk kelas berbunyi. Aku dan teman-teman segera bergegas masuk kelas setelah sebelelumnya ngobrol di depan kelas yang terletak tak jauh dari ruang guru. Terlihat dari kelasku guru-guru berjalan menuju ke kelas-kelas, bertentangkan tas, bersiap untuk mencetak generasi penerus bangsa ini. Ya, sudah sebulan aku bersekolah di SMA yang katanya sekolah paling favorit di kotaku. Aku sedang beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Katanya sih, disiplin, penuh tantangan, harus serius. Terlihat menyeramkan memang.Tapi aku ingat, saat Masa Orientasi Siswa, aku melihat ada seorang siswa yang melanggar peraturan. Dan apa tindakan sekolah? Ternyata aman saja. Bagaimana? Ini yang dimaksud dengan disiplin dan tegas?
Di kelas, aku sebangku dengan temanku bernama Fatih. Dia seorang manusia yang multi talenta. Dalam hal akademis, olah raga, musik, dia semuanya bagus. Dan lebih dari teman-temannya. Wajahnya pun ganteng. Memang aku baru mengenalnya sejak aku dijadikan satu kelas dengannya, tepatnya 1 bulan yang lalu. Tetapi aku sudah akrab dengannya.Selalu bersama dalam suka maupun duka. Mulai dari mengerjakan PR, ngeband, menonton konser musik, pergi ke mall. aku selalu bersama dengannya. Dia selalu menghiburku jika aku sedang ada masalah, membantuku saat kesulitan. Tak ada rahasia diantara aku dan dia. Seiring berjalannya waktu, persahabatan kami semakin dekat. Dan serasa dunia hanya milik kami. Satu hal yang membuatku kagum dengannya, dia orang yang sangat mudah bersosialisasi, mudah bergaul dengan orang lain. Wajar saja, hampir tak ada yang tak suka dengannya.
“Idaman mertua bener dia. Hmmm.. Caranya gimana ya biar dia suka sama aku?”
”Wah, dia itu udah pinter apa-apa, genteng, gaul. Kapan ya aku jadi pacarnya?”
“Kenapa sih si Fatih itu belum punya pacar? Padahal dia kan udah kayak artis, bahkan lebih menurutku.”
Dan masih banyak lagi lontaran teman-teman sekelasku tentang Fatih. Dan aku semakin bangga punya sahabat seperti dia.
            Kehabisan kata untuk menggambarkan sahabatku ini. Disamping itu semua dia juga orang yang religius yang bukan fundamentalis. Shalat tak pernah ia tinggalkan. Namun dia tetap pakai celana jeans, sering ikut konser musik. Ya, dalam pandanganku dia nggak ekstrim.
            Pada suatu hari saat aku bermain dengannya. Saat itu aku dan dia berencana melihat film di bioskop. Kami mendapat tiket. Dan film akan dimainkan jam 18.00 sampai 20.00.
            “eh gimana nih? Film main jam 6 sampai jam 8, berarti kita nggak shalat maghrib dong?” tanyaku bingung.
            “Allah itu Maha Penyayang dan Maha Pengampun. Tenang saja, nanti kita gabung aja sama Shalat Isya, jangan fanatik lah” jawab Fatih dengan bijak.
            “Ya okelah” Aku lega mendengar jawaban Fatih.
            Kehidupanku seolah sempurna. Dikaruniai sahabat seperti dia.
Tiba-tiba pada pertengahan semester 1, Ponselku berbunyi. Setelah aku melihatnya, ternyata SMS dari Fatih. Isinya;
“Bro, aku mau pergi ke rumah nenek di Jawa Timur. Kayaknya sih sampai tiga minggu. Aku pamit ya. Jaga diri baik-baik. Ingat komitmen kita. Salam, Fatih.”
“Hmmm.. ditinggal tiga minggu. Lama juga ya. Terus siapa yang menemaniku pergi ke konser besok? Siapa yang membantuku membuat PR Matematika? Siapa yang ....” Gerutuku dalam hati.
“Iya sahabat. Jaga dirimu baik di sana. Dan ingat, Jangan pernah berubah” balasku lewat SMS.
            Selama tiga migggu tak ada kabar dari Fatih, dia tak pernah membalas jika di SMS. Mungkin Hp-nya mati, dugaku. Hari-hariku berjalan dengan sangat biasa, tak ada yang istimewa. Belajar, mengerjakan PR, tidur. Ya, itu-itu saja. Tak ada lagi yang menemaniku ke konser musik, nonton film di bioskop. Di kelas, aku duduk sendiri di bangkuku. Dunia terasa hampa.
            Tiga minggu kemudian aku merasa sangat bahagia. Fatih yang telah meninggalkanku selama itu akan kembali menemaniku lagi. Malam hari sebelum Fatih masuk sekolah aku SMS dia.
            “Fatih. Bagaimana kabarmu? Besok kamu sudah masuk kan? Bagaimana kalau besok pulang sekolah kita pergi ke mall?
            “Alhamdulillah. Kabarku sangat luar biasa. Maaf ya, aku besok ada acara di masjid” balasnya singkat.
            Batinku dalam hati,
“Lhoh, kok dia jadi seperti itu ya? Biasanya dia mengorbankan acaranya untuk menemaniku. Tapi sekarang kenapa dia nggak mau? Ada acara ke masjid lagi. Jangan-jangan dia ...”
Saat itu aku mulai curiga. Dan keesokan harinya, aku bertemu dengannya.
Hari-hari ku jalani dengannya lagi. Tetapi, aku merasa sangat aneh. Entah mengapa Fatih belakangan ini berubah drastis. Aku merasa kehilangannya. Dan Aku sangat sedih.
Biasanya dia bersamaku pergi ke konser musik. Tetapi sekarang, dia nggak mau.
“Ada apa sih?” aku sangat sedih. Aku mulai mengamati perubahan-perubahan pada dirinya.
Saat pulang sekolah, tanyaku, “Fatih. Mau kemana?”
“Oh. Aku mau ke masjid dulu. Ada kajian” jawab Fatih sambil mendengarkan suara AlQur’an yang berbunyi dari ponselnya”
“Hah? Kajian? Makanan apa sih itu? Kamu kok tiba-tiba mendengarkan suara kayak gitu sih?Kesambet dari mana? Biasanya kamu mendengarkan lagu macam Scorpion, Linkin Park
“Eh sudah Adzan nih. Ayo Shalat dulu.” Jawab Fatih seolah tak menggubris pertanyaanku.
“Aku mau pulang aja kok” aku menolak ajakannya.
Setiap hari Fatih membunyikan suara Al-Qur’an dari ponselnya. Sepulang sekolah, dia tidak pernah menemaniku lagi. Dia langsung ke Masjid. Persahabatan kami mulai renggang. Kami sudah tidak sebangku lagi. Bukan Fatih yang meminta pindah. Tetapi aku yang belum bisa menerima perubahannya yang dalam pandanganku sangat aneh.
Aku benar-benar heran, tak habis pikir. Mengapa selera musik Fatih jadi begitu, ke mana lagu-lagu Scorpion, Linkin Park yang setiap hari kami nyanyikan bersama?
Dengan penasaran aku bertanya pada Fatih, “Fat, kenapa sih selera musik Fatih jadi begitu, ke mana lagu-lagu Scorpion, Linkin Park yang setiap hari kita nyanyikan bersama? “
“Mendengarkan lagu-lagu Scorpion, Linkin Park itu belum tentu mendatangkan manfaat. Tetapi kalau kita mendengarkan Al-Qur’an itu insyaAllah bermanfaat. Begitu sahabat”
“kok jadi ekstrim gitu sih kamu? Hmm..”
            Di sekolah aku kembali sebangku dengannya. Karena aku ingin tahu kenapa Fatih berubah drastis. Semakin hari dia tambah alim aja, rajin ke masjid berjamaah, sering mendatangi kajian islam, di sekolah dia selalu membawa buku-buku islam. Kelakuannya pun berubah. Dia semakin jarang bercanda dengan perempuan. Bicaranya semakin santun. Dia mulai sering mengajakku berbicara tentang agama, tentang Allah, Rasulullah, dan Islam. Dia menceritakan tentang kekejaman dunia barat terhadap kaum muslimin. Dia juga sering menceramahiku agama dan menjelaskan isi buku Islam yang baru saja dibacanya. Tak lupa juga, ia juga sering bersedekah. Dia kadang mengajakku untuk mengunjungi panti asuhan, kemudian dia menginfakkan uangnya.
“Bro, ayo dong Shalat berjamaah di Masjid. Biar tambah kelihatan macho gitu. Masak muslim shalat di rumah? Telat lagi. Kasihan tuh, pahalanya cuma 1. Kalau di masjid kan bisa sampai 27 kali pahalanya.”
“Ah. Padahal dulu dia mengajakku buat telat Shalat. Eh kok sekarang dia berubah 180 derajat begini.”
Lain lagi, penampilan Fatih jadi aneh. Temanku yang lainnya menegur Fatih.
“Fat, penampilanmu kok jadi kayak gini sih?”
“Emang gimana?”
“Ya nggak semodis dulu. Biasanya kamu selalu ribut dengan penampilanmu”
“Hmm. Aku suka yang begini. Rapi dan sederhana. Terkesan lebih rendah hati. Juga tidak menyombongkan diri.” Memang penampilannya berubah. Di luar sekolah, pakaiannya pun kelihatan lebih jadul. Jadi mirip kayak tukang kebun sekolah.
“Untung aja Fatih masih lebih ganteng”
Wah ini lebih ekstrim lagi, dia nggak mau berjabat tangan sama perempuan di kelasku. Apa sih maunya dia?
“Fat, kok kamu gitu sih? Nggak menghargai perpempuan itu namanya.”
“Justru karena aku menghargai mereka, makanya aku begitu. Dalam Islam, perempuan itu ibarat ratu yang sangat dihormati dan suci. Jadi nggak sembarang orang bisa bersalaman dengannya. Hanya Mahramnya saja yang boleh. Salah satu cara menghargai wanita ya ini. Jangan sembarangan menyentuh wanita!” Terang Fatih dengan nada santun tapi tegas.
“Tapi kok guru agama kita mau salaman sama guru perempuan?”
“Bukankah Nabi Muhammad itu suri tauladan yang terbaik?”
Dalam pandanganku dia terlalu fanatik. Aku khawatir kalau Fatih terbawa oleh orang yang sok agamis tapi ngawur. Namun aku tak berani menduga demikian.Fatih itu cerdas, dia berpikir rasional. Dan aku yakin mata hatinya jernih.Aku ingat kemarin aku diajak Fatih mengikuti kajain Islam di masjid sekolah. Dan aku mulai mengerti mengapa Fatih berubah demikian.
“Hmm. Dia itu nggak error. Dia cuma ingin mengamalkan Islam dengan baik dan benar. Kitanya aja yang belum mengerti dan sering salah paham. Coba deh kamu mulai ngaji, banyak baca buku Islam!” tegas salah seorang temanku yang akhir-akhir ini mengikuti jejak Fatih. Berubah menjadi manusia aneh.
Setelah beberapa hari aku mulai membaca buku-buku Islam yang ku dapat dari temanku.  Aku mulai mengerti, paham akan hakikat Islam.
Saat liburan tiba aku mengunjungi rumah Fatih
“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumussalam, sahabat” Fatih menyambut salamku dengan indah.
Aku berbincang lama dengan Fatih. Dengan sabar ia menjelaskan banyak hal kepadaku. Tentang Allah, Rasulullah, tentang ajaran Islam yang banyak diabaikan. Banyak orang mengatakan ekstrimis atau fundamentalis. tapi penjelasan demi penjelasan yang disampaikan sahabatku ini cukup memahamkanku tentang hakikat Islam. Persahabatan kami semakin erat. Inilah hidayah dari Allah kepadaku. Aku berjanji untuk menjaga hidayah ini. Aku benar-benar berubah!
            “Fatih, aku mencintaimu karena Allah”. Sungguh persahabatan yang dilandasi cinta karena Allah adalah persahabatan terindah di dunia dan akhirat.