Kamis, 23 Juni 2011

Kekayaan

(untuk teman2 sekelas saya di XG, mohon dibaca dengan kepala dingin dan se-obyektif mungkin)

Saya punya pengalaman menarik ketika bersekolah di SMA Negeri 1 Klaten. Sekolah ini konon katanya adalah sekolah paling baik di Klaten. Menurut rumor yg beredar, pokoknya siswa sini tu ganteng2, cantik2, pintar2, dan orang kaya semua. Tolong yg saya sebut terakhir itu digarisbawahi.
Beberapa waktu yg lalu, saya membuat suatu eksperimen yg melibatkan teman2 saya. Setiap berangkat sekolah, saya membawa kertas kosong banyak sekali. Pada saat ulangan, saya menawarkan kertas pada satu teman saya. Akhirnya hal itu diketahui teman lain, dan dalam sekejab seluruh kelas meminta kertas pada saya.

Hari berikutnya, saya tidak menawarkan kertas saya. Tetapi ada satu teman yg meminta kertas, dan saya memberinya. Saat diketahui teman lain, langsung semuanya minta kertas pada saya.
Berikutnya saat ada ulangan, tanpa basa-basi seluruh kelas langsung minta kertas pada saya.
Begitu seterusnya hingga lama-kelamaan hal ini menjadi kebiasaan untuk selalu minta kertas pada saya.

Dari situ saya menarik kesimpulan bahwa kekayaan tdk bisa diukur dari banyaknya harta benda yg dimiliki.
Ya...walaupun hanya hal sepele (kertas), tapi hal ini bisa menunjukkan kondisi kejiwaan seseorang.
Teman2 saya kebanyakan adalah anak orang dengan penghasilan menengah ke atas. Tentu mereka tdk akan kesulitan untuk sekedar membeli kertas sendiri. Tapi karena jiwa mereka masih belum kaya, mereka masih mencari-cari keuntungan dari orang lain. Mereka belum puas dengan diri sendiri. Ini yg saya sebut miskin jiwa. Hahaha! Tolong untuk teman2 jangan marah, tolong ambil pelajaran dari hal ini. Karena kemiskinan jiwa ini sebenarnya sangat meresahkan.


Negara ini sebenarnya punya segala-galanya. Tapi negara ini miskin akan jiwa. Padahal kalau orang itu miskin jiwa, diberi harta berapapun pasti masih ingin lagi.

Begitu juga yg terjadi di kalangan para pejabat saat ini (ya...nggak seluruhnya tapi banyak diantaranya). Untuk kepemilikan harta benda, mereka punya segala-galanya. Tapi coba lihat tingkah laku mereka. Mereka masih bertindak layaknya orang yg belum makan 3 hari. Harta rakyat masih mereka makan juga. Kalau mereka diberi harta lebih, kewenangan lebih, mereka masih tidak puas juga dengan yg dimiliki. Bukannya memberi yg terbaik pada rakyat, justru malah memanfaatkan kewenangannya untuk mengambil lebih banyak lagi dari rakyat. Betapa miskinnya mereka!

Sebenarnya segala sesuatu yg kita butuhkan sudah ada di dalam diri kita sendiri. KEPUASAN TERHADAP DIRI SENDIRI ADALAH KEKAYAAN YANG PALING BERHARGA. Dan cara agar jiwa kita puas dan tentram adalah dengan BERSYUKUR. Seperti tercantum dalam surat Ibrahim (14) ayat 7:

Dan (ingatlah) ketika TuhanMu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat."

Dengan menyadari hal ini, kita akan berhenti merampok dari orang lain, justru kita akan mulai memberi kontribusi pada orang lain, kita akan puas dengan diri sendiri, kita akan selalu bersyukur, kita akan menjadi orang kaya yang sesungguhnya!

Minggu, 12 Juni 2011

Kebenaran

Kemarin pulang sekolah saya main catur dengan teman saya, Asqi. Hasilnya nggantung. Asqi tdk mau melanjutkan pertarungan. Jadi pulangnya saya ingin main lagi.
Sorenya bapak saya pulang. Jadi saya menantangnya main catur. Karena lama tdk main, ia menerima.

Sebelum mulai, kami membuat peraturan:
1. Tdk boleh undo.
2. Kalau pegang harus jalan.
3. Yg menang adalah yg berhasil menang 10 kali.
Dan pertandingan dimulai!

Babak pertama, saya kalah. Saya mendapat ejekan bemacam-macam, tapi tenang, baru satu kali. Begitu juga dengan babak kedua, ketiga, dan keempat.

Babak kelima, sy membuat bnyk kesalahan yg membuat pasukan saya banyak yg hilang. Namun bapak saya membuat satu kesalahan yg fatal, dan saya menang. Ini kemenangan saya yg pertama. Score 4-1 masih menang bapak.

Pertandingan berikutnya saya menang. Kemudian menang lagi, lagi dan lagi. Hingga saya menang 9 kali berturut-turut! Bapak saya semakin hilang konsentrasi. Hahaha!

Hingga pertandingan yg akan menentukan kemenangan bulat bagi saya. Kami bersiap, dan babak ke-14 dimulai!
Pada awal pertandingan, saya membuat kesalahan hingga kuda saya hilang dengan gratis. Tapi dengan segala taktik saya, akhirnya saya bisa membalikkan keadaan dan menang! Saya berhasil menang 10 kali!

Dan konflik pun dimulai! Bapak saya tdk mau menerima kekalahannya. Ia mulai mengada-ada. Katanya kalau saya ingin menang, saya harus menang 4 kali lagi. Karena saya menang 10 kali dan kalah 4 kali. Berarti saya baru menang 6 kali. Saya harus membuat kemenangan 4 kali lagi tanpa kalah, atau dengan kalah, tetapi nanti ditutup lagi dengan kemenangan!

Saya langsung menyangkal pendapatnya: tidak bisa seperti itu! Tadi aturannya menang 10 kali dan saya sudah mendapatkannya. Kalaupun saya kalah 9 kali tapi akhirnya bisa menang 10 kali, itu sudah menang! Namun bapak saya tetap ngotot! Katanya kekalahan saya yang 4 kali itu harus ditutup dulu.
Akhirnya kami pun adu tafsir!
Saya mengatakan bahwa menang-kalah ini tdk bisa ditambah-kurangkan.
Bapak saya ngotot, 10 itu maksudnya agregat seperti di permainan sepakbola.
Saya berdalih: oh, tetap tidak bisa! Kalau begitu berarti kau hanya seorang berjiwa 'pedagang'! Kau melakukan dosa, kemudian kau shalat, shalatmu itu utk menutupi dosamu, sehingga impas dan kau tidak kena azab. Jelas tidak seperti itu! Dosa tetap dihitung dosa, kelak kita tentu akan mendapat hukumannya. Dan pahala tetap pahala, kebaikan kita tetap tidak akan hilang meski melakukan dosa! Dalam surat al-Zalzalah ayat 7 dan 8 pun demikian.
"barangsiapa berbuat kebaikan sebesar zarrah pun, ia akan mendapat balasannya. Dan barangsiapa berbuat keburukan sebesar zarrah pun, ia akan mendapat balasannya."
Bapak saya masih tidak mau kalah. Katanya ini berlaku hukum III Newton, aksi=reaksi berarti 10 itu aksi 4 itu reaksi. Berarti masih 6 agar bisa dapat 10 aksi.
Bapak saya yg notabene orang pertanian tdk memahami hal ini. Yg seperti itu, harusnya dimensinya sama, misalnya gaya [MLT^-2] nanti ya harus dibalas gaya. Lha ini, menang dan kalah itu dimensinya sudah tidak berhubungan sama sekali!
Namun bapak saya masih tetap ngotot.

Akhirnya saya teringat cerita Mahatma Gandhi sebelum beliau pergi ke Inggris. Sewaktu akan meninggalkan India, ibunya tdk mengizinkan. Karena Mahatma adalah pemeluk Hindu aliran yg tdk boleh memakan daging. Ibunya khawatir di Inggris akan sulit menemukan sayuran, karena di sana hampir semua makanan mengandung daging. Akhirnya Mahatma bersumpah pada ibunya bahwa ia tdk akan memakan daging. Lalu Ibunya mengizinkan.

Sampai di Inggris, Mahatma kesulitan mendapat sayuran. Yg ada hanya daging, susu, lalu telur. Suatu saat Mahatma bertemu dengan seorang vegetarian. Vegetarian itu berpendapat dan percaya bahwa telur bukanlah daging, jadi Mahatma boleh memakan telur, dan tidak melanggar sumpahnya.
Namun Mahatma meniti ke dalam dirinya sendiri. Sewaktu ia bersumpah kepada ibunya, yg ada di pikirannya adalah bahwa daging itu juga mencakup telur. Walaupun akhirnya telur itu bukan daging, dan secara bahasa persumpahan, ia tidak melanggar sumpahnya jika memakan telur. Mahatma berpikir bahwa saat bersumpah, telur juga masuk daging, jadi ia tetap tidak mengkonsumsi telur. Saya salut padanya. Ia jujur pada diri sendiri. Ia adalah orang yg dekat pada kebenaran.

Saya kembalikan ke konflik tadi. Saat membuat aturan di awal tadi, yg terbayang di pikiran adalah menang 10 kali dan tidak peduli kalah berapa kali. Saya yakin bapak saya pasti juga berpikir seperti itu. Namun, dalam perjalanan ia kalah dan akhirnya mengada-ada. Ketika bapaksaya saya tanyai: pasti tadi yg ada di pikiranmu seperti itu kan? Hayo, ngaku!
Bapak saya pun terdiam dan mengaku.
"wah, menang-menangan tafsir iki" katanya. Hahaha!

Demikianlah, di saat kondisi buruk, terkadang kita tidak berani jujur pada diri sendiri dan membuang kebenaran lalu mencari pembenaran. Itu yg sedang nge-trend saat ini di Indonesia. Ya, kita hanya mencari pembenaran, bukan kebenaran.
Namun tidak peduli bagaimana dalih anda, manipulasi anda, intrik anda, dan alibi anda, kebenaran tetap kebenaran. Ia sejati, ia kekal, karena kebenaran bersumber dari hati nurani dan hanya hati nurani yg bisa berhubungan langsung dengan Tuhan!

Kejujuran memang terkadang menyakitkan, namun ketidakjujuran adalah lebih mencelakakan lagi!

Rabu, 08 Juni 2011

Rabu, 8 Juni 2011
Hari ini siswa/i SMA sedang menjalani serangkaian acara tes akhir semester genap yg berlangsung seminggu. Dan jadwal utk besok adalah Fisika, pelajaran yg ditakuti oleh sebagian besar siswa/i.

Sore harinya, saya mengikuti les. Di tempat les, ada kejadian yg sangat memilukan. Ada seorang siswi yg seperti menyimpan misteri. Ketika dia memberitahu temannya, temannya itu sontak menjerit bahagia. Hal itu menarik perhatian teman lain. Sampai siswi tadi ditanyai berulangkali. Akhirnya diketahui bahwa yg disimpannya itu adalah bocoran soal fisika utk tes besuk. Astaga! Teman lain pun berusaha keras ingin mengkopinya. Saya pun langsung mengatakan kpd teman dekat saya: tidak usah ikut2an, besuk kita berusaha sendiri saja, nilai hasil dari cara kotor semacam itu tidak ada artinya sama sekali! Kau hanya akan menzalimi diri sendiri!!
Untuk sesaat ia menuruti saya.

Tak lama kemudian, hal itu diketahui tentor kami. Tentor yg tadinya menerangkan pelajaran dan soal-soal prediksi, akhirnya diminta oleh siswi tadi untuk mengerjakan soal bocoran yg dimilikinya. Dan tentor itu menurutinya. Ya Tuhan! Kemudian tentor itu membacakan opsi2 jawaban dari nomor satu sampai akhir.
Teman dekat saya tadi pun ikut2an mencatat opsi jawaban yang diberitahukan tentor. Saya sendiri berusaha mengalihkan konsentrasi saya kepada buku saya sendiri, agar pendengaran saya tidak fokus. Sambil mencegah teman saya agar tdk ikut mencatat kunci jawaban. Namun ia gagal mendengar suara hati. Ia terus mencatat opsi demi opsi jawaban yg diutarakan tentor. Katanya: kalau aku berusaha keras belajar, sementara mereka enak2an dan dapat nilai bagus, itu tidak adil! Saya melihat sekeliling, ternyata semuanya mencatat kunci jawaban itu. Hanya saya seorang diri yang diam saja.
Astaghfirullah..

Dalam keadaan seperti itu, hati nurani saya terasa sakit. Ya, sangat sakit. Saya tdk tahu apa yg harus saya lakukan. Saya tdk bisa menghentikan kemungkaran ini. Akhirnya muncul pikiran bodoh di kepala saya untuk mencatat kunci jawaban itu. MasyaAllah! Namun pertolongan Tuhan datang. Saya tidak jadi menulis kunci jawaban itu.
Terimakasih ya Allah..

Anda mungkin menganggap saya bodoh, ada kesempatan kok malah ditolak, menyusahkan diri sendiri, dsb.
Jika demikian pikiran Anda, ketahuilah bahwa yg bodoh adalah Anda sendiri!
Memangnya seberapa pentingnya tho nilai bagus di rapor? Apa pengaruhnya di kehidupan Anda? Paling2 hanya utk pamer, agar dapat pujian, atau paling banter hanya dpt hadiah dari orang tua.
Atau yg lebih hebat sedikit, nanti bisa diterima di jalur undangan. Kemudian nanti bisa dapat kerja bagus, terus dapat gaji banyak. Huh, apalah artinya semua itu jika didapat dengan curang?

Begitu pentingkah score itu sehingga Anda rela melukai hati nurani Anda sendiri? Kalau memang Anda ingin dapat score tinggi, harusnya Anda berusaha dengan cara yang benar. Anda pun akan mendapat kepuasan tersendiri karenanya. Namun jika Anda mendapat score tinggi dengan cara curang, ketahuilah bahwa score itu tidak berarti sama sekali!

Ingat! Kejarlah kepahaman, maka nilai bagus akan kau dapat. Kejarlah kesempurnaan, maka kesuksesan akan mengikutimu sendiri!