Minggu, 15 Mei 2011

Penyimpangan yang Lurus

Mei 2011
Saya memang blogger yang payah. Sudah bertahun-tahun lamanya blog ini terbengkalai tidak terurus. Bahkan kemarin saya lupa passwordnya.

Sebenarnya pada saat saya vakum, saya mempunyai banyak hal yang ingin saya tuliskan. Namun karena kesibukan datang tak henti-hentinya. Dan juga pikiran saya yang hanya ingin menyimpan semuanya untuk saya sendiri. Tapi sudahlah, yang penting sekarang saya sudah menulis lagi.

Baik, langsung saja saya ulas masalah ini. Saat ini, negara kita ini sedang dilanda krisis yang sangat mengkhawatirkan. Ada krisis BBM, krisis listrik, krisis udara segar, sampai krisis pangan, krisis uang, lalu menjurus ke krisis pekerjaan, krisis tenaga ahli, sampai krisis kepercayaan kepada tetangga, teman, anak, pemerintah, bahkan Tuhan sekalipun. Tentu krisis itu tidak melanda semua orang, tapi kan ada yang mengalami masing-masing macam krisisnya.
Nah, dari krisis tadi orang-orang mulai melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan. Pemerintah tidak jujur, aparatnya juga ikut-ikutan, rakyat yang kecewa coba bertindak, lalu diberi hukuman, yang menghukum juga tidak jujur, ada orang yang agak jujur akhirnya dibungkam, dan seterusnya dan seterusnya..
.dan terciptalah zaman kala bende seperti yang diramalkan Jayabaya.

Tahukah Anda awal dari semua itu?
Saya sendiri juga tidak tahu persis tapi menurut saya, asal muasalnya paling paling adalah pengingkaran terhadap hati nurani. Sumber dari semua krisis itu adalah krisis kesadaran. Banyak orang hari ini tidak sadar dengan apa yang dilakukannya. Dia menutup telinganya terhadap apa yang disuarakan oleh hati nurani. Padahal yang bisa berhubungan dengan Tuhan hanyalah hati. Tetapi sekarang orang-orang hanya menuruti keinginan nafsunya saja. Akhirnya ya terjadilah zaman edan ini, sing edan tambah edan, sing ora edan ora komanan atau malah ciloko.

Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?
Sekarang kita ibaratkan membasmi ketidakjujuran itu seperti saat kita membersihkan kamar/motor. Ketika akan membersihkan, darimana kita memulainya? Dari atas tentunya. Segala bentuk ketidakjujuran ini kalau kita hanya basmi di tingkat RT saja, tidak akan bisa membersihkan secara total. Kalau aparat pembersihnya hanya berani membasmi di tingkat kecil-kecilan seperti itu, mana mungkin korupsi bisa hilang. Yang korupsi di tingkat atas ya hanya tenang-tenang saja. Tapi ya memang susah sih bagi kita yang tidak berdaya untuk bisa membasmi semua itu. Namun jangan putus asa dulu. Hal itu memang butuh waktu yang tidak sedikit.. Sekarang kita ibaratkan membangun kesadaran moral seperti saat kita membangun rumah. Saat akan membangun rumah, darimana kita memulainya? Dari fondasi tentunya. Ya di bagian inilah sebenarnya dari tadi ingin saya sampaikan... Untuk membangun negara ini, harus kita mulai dengan membangun karakter kita para pemuda/i terutama yang masih duduk di bangku sekolah. Coba kita tengok di kelas kita. Ketika terjadi ulangan/tes, adakah diantara teman kita yang menyontek atau nirun atau njaplak? Atau malah ada yang saat tes laci mejanya nyala (karena ada HPnya)? Anda juga tahu sendiri. Situasi inilah yang membuat saya resah. Jika mulai dari usia mudanya seseorang sudah bertindak semacam itu, tidak heran jika kelak dia menjadi pejabat dia akan tega memakan uang yang bukan haknya, melakukan penipuan, korupsi dsb. Yang membuat saya tambah khawatir, hal ini (tirunan) ternyata bukan hanya ada, tetapi bahkan sudah membudaya di lingkungan kita. Waktu SMP (sekarang pun masih), saya adalah murid yang dibenci oleh teman-teman saya karena sewaktu tes tidak pernah mau memberitahukan jawaban saya/tidak mau tirunan. Parahnya yang membenci saya ini bukan hanya satu atau dua kelompok yang berisi 4-5 orang, tetapi satu kelas!! Walhasil saya ini adalah murid yang menyimpang dari norma yang ada di kelas itu. Alasan mereka memang hebat; nggak setia kawan, sok pintar, individualis, dll. Parahnya lagi, saya masih ingat waktu itu ada pengarahan untuk menghadapi Ujian Nasional, ada guru yang mengajari kami untuk saling bekerjasama pada saat tes nanti. Kemudian guru tadi bertanya; siapa yang susah diajak kerjasama? Serentak satu kelas menunjuk ke arah saya! Aduh! Memang benar saya ini menyimpang dari budaya itu. Namun saya tetap tenang, saya tidak cemas karena satu hal...SAYA TIDAK MENYIMPANG DARI HATI NURANI SAYA !! Diantara Anda mungkin masih banyak yang belum berani mendengar kata hati lalu memilih menutup penglihatan dan pendengaran Anda, lalu mengikuti keadaan yang memaksa Anda mengingkari hati nurani dan berbuat keburukan. Memang menurut perspektif saya, pemuda zaman sekarang memang kasihan. Mereka dituntut oleh standar-standar yang sebenarnya mereka belum siap untuk memakainya. Kalau iman tidak kuat, sementara dia dituntut mendapat nilai baik, tentu dia akan melakukan hal tadi (tirunan). Kalau ada yang nekat tidak tirunan dan memang belum mampu, tentu nilainya jelek atau tidak lulus. Kasihan juga sebenarnya. Apalagi teman-teman lainnya pasti akan memperolok-oloknya. Namun saya sangat hormat kepada siswa yang berani mendengar kata hati seperti itu.

Demikian gambaran tentang polemik yang ada di lingkungan kita. Saat ini ketidakjujuran telah menjadi sistem. Namun sebagai pemuda kita harus berani membela kebenaran! Kita harus berani mendengar apa kata hati! Tidak masalah jika kita menyimpang dari budaya yang memang menyimpang! Ayo, sadarlah temanku! Dengarkanlah suara hati! Jika kelak kita menanggung beban negara ini, semoga kita tidak berbuat zalim. Amin.